"Ada satu hal sih yang mau gue sampein ya, karena gue yakin didikan orang tua kita 11-12. Nggak tau kenapa, kita itu selalu diajarin kalau minta tolong itu hal yang nggak wajar. Jadi kita terbiasa ngelakuin semuanya sendiri, kalaupun ada orang lain yang mau bantuin pun suka nggak enakan. Tapi pelajaran terbesar gue dari ini semua ya, if you need help, it's okay to ask for help. Karena dimasa-masa kaya gini, banyak hal-hal yang nggak bisa kita lakuin sendiri. It's beyond our capacity." Kalimat dari sepupu gue sedikit banyak 'nampar' gue di sore itu.
Sore yang panjang, karena percakapan itu muncul saat gue dan dia lagi dalam perjalanan ke rumah sakit untuk nyusul ibunya dan adiknya yang udah berangkat duluan naik ambulans.
Yes, siang menuju sore itu, waktu gue berencana untuk jenguk bude gue sebentar ke rumahnya, pas banget ternyata bude gue harus dibawa ambulans karena sesak napas dan sebelumnya dokter sudah mendiagnosa kalau beliau ada penyumbatan di pembuluh darahnya. Yang bikin kami wara wiri hari itu, adalah karena di saat yang bersamaan kita harus make sure kalau pakde gue (suaminya) aman dengan ditinggal kita ke rumah sakit.
Sudah dari 1 tahun yang lalu pakde sakit stroke. Jujur waktu itu kita deg-degan, karena pakde gue ini salah satu orang yang di-tua-kan di keluarga ibu gue. Semacam pengganti kakek dan nenek gue semenjak beliau sudah meninggal. Bener-bener yang cuek-cuek tapi sangat peduli sama keluarganya. Sedangkan bude gue ini orangnya super baik banget dan sangat ekspresif. Ada banyak cerita-cerita di mana ibu gue selama dia merantau ke Jakarta, bener-bener sangat dibantu oleh bude dan pakde.
Jujur gue pribadi nggak banyak momen sama bude pakde gue ini, karena dulu gue termasuk orang yang cuek sama keluarga. Baru setelah ayah sakit, gue latihan untuk lebih peka terhadap sekitar karena jagain ayah berarti harus jagain ibuk juga. Jagain mereka berdua means gue pun harus peduli sama orang-orang di sekitar mereka, termasuk "jagain" keluarganya.
Tentang bagaimana taking care of our parents yang sudah didiagnosa sesuatu, it's never been easy. If I could turn back time, gue bener-bener berharap untuk mereka kembali muda dan sehat seperti sedia kala but oh man, adulting life hit me so hard. Kalau 2019-2023 gue banyak belajar soal diri sendiri, karir, dan percintaan. 2024-2025 ini gue banyak belajar soal keluarga. On how to spend your time wisely with people who truly care about you.
Jujur gue nggak banyak cerita soal ini ke siapapun, termasuk pasangan gue. Karena susah banget rasanya untuk mengekspresikan emosi gue terkait hal ini, to ask for help, or to simply tell people that "I'm not okay". Gue beneran nggak mau ngerepotin, bahkan untuk sekedar bercerita. Gue pun nggak mau dianggap untuk selalu nggak baik-baik aja, mau ceritapun jujur susah banget untuk cerita ke orang apalagi they're never on this shoes. So, I don't have better options rather than survive.
Dari percakapan pulang-pergi rumah sakit bersama sepupu gue, gue beneran belajar kalau banyak hal kalau perempuan tangguh emang beneran karena terpaksa. karena nggak punya pilihan lain. Besar di keluarga yang sangat mengagungkan tata krama ternyata nggak selamanya menyenangkan. Tapi kalimat sepupu gue beneran jadi "wake up call" serius buat gue. To take care of my mom. The woman of the house. Who always ensure everything is alright. karena ibu gue, sama kaya gue, bude, dan sepupu gue, nggak tau gimana caranya minta tolong. So we need to take the initiative to help her.
Tulisan macam apa ini, gatau. tapi gue benaran gatau gimana rasanya to express this feeling loudly. untuk takut, untuk bilang ini ga mudah, cause I need to be in survival mode everyday.
Komentar
Posting Komentar